Ciriciri Orang yang Ikhlas Beramal. Imam Qusyairi dalam kitab Arrisalah Al Qusyairiyah menyatakan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan
FAEDAH/ MANFAAT BERBUAT IKHLAS 13.02. Ikhlash memiliki banyak sekali faedah, baik di dunia ataupun di akhirat, di antaranya: 1. Yang dimaksud hasratnya bercabang-cabang
Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin pemimpin kaum beriman Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya mendapatkan apa yang dia inginkan.” HR. Bukhari [Kitab Bad’i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907] Faedah HaditsHadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26.Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” Jami’ al-Ulum, hal. 13Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya Fath al-Bari [1/22].Macam-Macam NiatIstilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma’mul lahu].Yang dimaksud niyatu al-amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka’at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di dalam al-Qur’an, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah menghendaki atau ibtigha’ mencari. Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami’ al-Ulum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17Pentingnya IkhlasAllah ta’ala berfirman yang artinya, “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” QS. al-Mulk 2al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah menafsirkan makna yang terbaik amalnya’ yaitu yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, “Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 119Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19. Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ berhati-hati Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 19Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, “Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj yang membuatku lupa diri.” Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, “Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, “Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, “Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, “Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22Seorang ulama mengatakan, “Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 118Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad kari kiamat. Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” Al Fawa’id, hal. 158.Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah mengikuti tuntunan dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.” Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49***Penulis Ari Wahyudi Artikel
SuratAt-Tin berisi mengenai teguran keras yang ditujukan pada umat manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah yang paling istimewa dan melampaui ciptaan-Nya yang lain. Dalam surat At-Tin ini pula, Allah bersumpah atas empat hal di antaranya adalah 1) demi buah tin, 2) demi buah zaitun, 3) demi bukit Sinai, 4) demi kota Mekkah yang aman. Jakarta - Agama Islam mengajarkan pemeluknya untuk berlaku ikhlas dalam segala perbuatan. Perilaku ikhlas ini memiliki banyak manfaat baik untuk dunia maupun bahasa, ikhlas artinya murni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI kata ikhlas berarti bersih hati, tulus hati. Dalam hal hubungan sesama manusia, ikhlas adalah memberi pertolongan dengan ketulusan segi istilah, ikhlas adalah seluruh ibadah yang diniatkan hanya kepada Allah SWT, bukan yang lain. Orang yang ikhlas tidak akan mengharap pujian dari sesamanya. Lawan kata ikhlas adalah pamrih atau riya yang artinya mengharapkan pujian dari manusia. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dan An-Nasa'i dikatakan bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan kecuali yang dilakukan dengan SAW bersabda "Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridho-Nya." HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.Penjelasan lebih lanjut mengenai makna ikhlas juga termaktub dalam QS. Al-An'am ayat 162-163 sebagai berikutقُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ 162 لَا شَرِيكَ لَهُۥ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُسْلِمِينَ 163Artinya "Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah" QS. Al-An'am 162-163.Berikut 10 manfaat ikhlas dikutip dari buku Memaknai Kehidupan oleh Abdul Hamid1. Mendapat pahala dari Allah SWT2. Hati menjadi tenang dan ibadah menjadi lancar3. Menjadi manusia yang pemaaf4. Tidak mudah marah dan tidak diperdaya oleh amarah5. Selalu disayangi dan disenangi orang lain6. Dijauhkan dari sifat-sifat kotor seperti ujub, takabur, dan iri7. Hati selalu lapang dan terasa ringan dalam menjalani hidup8. Selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT dan menerima Qada dan Qadar Allah9. Menjadi sosok yang hebat dan kuat10. Mendapat kemuliaan di sisi Allah SWTSahabat hikmah, sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita menjalankan segala perintah-Nya dengan penuh keikhlasan dan semata-mata hanya untuk menggapai ridho-Nya. nwy/nwy Faizsering mendengar khotbah manfaat amal saleh bagi Muslim. Seorang pakar Islam menulis, “Manusia, atau alat yang digunakannya, seperti obat bagi kesembuhan, atau senjata untuk kemenangan, (amal-amal), semuanya hanyalah ‘perantara-perantara” (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 71). Iyyaka Nasta ‘In – “Hanya kepada-Mu Kami A5RQEb.